IBMNews.com, Tarakan – Koordinator Gerakan Aliansi Masyarakat (GEMA) Tarakan Bersatu, Sahbudiman, Mendesak keterbukaan informasi publik penggunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina EP Asset 5 Tarakan Field dalam pertemuan di Cafe Nok, Jalan Kusuma Bangsa, Pamusian Kota Tarakan, Senin (15/9/2025). Pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan GEMA, perwakilan pertamina, Organisasi Kemahasiswaan dan media mempertanyakan kejelasan transparansi aliran dana CSR yang disebut mencapai miliaran rupiah.
Ary Paratomo, Analis Formalitas dan Komunikasi SKK Migas, menjelaskan pihaknya sangat terbuka terhadap saran dan bahkan kritik dari masyarakat. Ia menegaskan, CSR yang dikelola oleh pihak Pertamina dikenal sebagai Program Pelibatan dan Pengembangan Masyarakat (PPM), yang dimana disusun dengan acuan di musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) dari tingkat kelurahan hingga kota.
Silahkan tegur Kalau ada yang keliru dalam program kami. Program PPM kami bukan untuk menggantikan peran pemerintah, tetapi mendukung setiap program pemerintah daerah. Semua pelaksanaannya juga masih berada dalam koridor aturan yang berlaku, kata Ary.
Ia menambahkan, audit ketat dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berlaku terhadap seluruh kegiatan industri hulu migas, termasuk program CSR. Program CSR yang dilakukan Pertamina terdata di Pemkot Tarakan.
Semua program PPM yang akan kami laksanakan selalu berkomunikasi dengan Pemerintah daerah setempat. Kami aktif menyerap usulan dari masyarakat atau lebih tepatnya melalui Musrenbang, ujarnya.
Meski demikian, tanggapan itu langsung dibantah oleh Koordinator Gerakan Aliansi Masyarakat (GEMA) Tarakan Bersatu, Sahbudiman, Menurutnya, hingga kini masyarakat tidak pernah melihat data secara rinci penggunaan dana CSR Pertamina di Tarakan.
Kami sudah ke Pemkot, tapi tidak ada data yang bisa ditunjukkan. Kalau betul data itu ada, tolong dipublikasikan. Kami sudah kirim surat resmi, tapi ternyata tidak dibalas, ujarnya.
Dirinya menegaskan, permintaan transparansi ini bukan sekadar sebuah formalitas. Pihaknya ingin mengetahui detail penggunaan dana CSR, termasuk Rp 1,6 miliar yang terserap. Dana itu dipakai untuk apa saja? Masyarakat berhak tahu, katanya.
Ia juga mengkritisi pola komunikasi Pertamina yang dianggap eksklusif.
Balas surat kami saja sulit, bagaimana mau bicara terkait kolaborasi? Bahkan undangan media pun terkesan hanya untuk wartawan yang pro dengan Pertamina. Ini membuat publik semakin ragu, tegasnya.
Pertemuan di Cafe Nok itu pada akhirnya memperlihatkan dua pandangan berbeda. Pertamina menegaskan bahwa seluruh kegiatan CSR berjalan sesuai aturan dan di audit lembaga negara, sementara masyarakat menuntut data konkret agar dapat menilai langsung manfaat program tersebut.
Kami kembali melayangkan surat resmi dan, bila tidak ada respon lagi pihaknya akan melanjutkan persoalan ini ke pihak berwenang lainnya. Kalau keterbukaan ini tidak diberikan, publik berhak curiga ada yang ditutupi, ujarnya.***