IBMNews.com, Tanjung Selor — Anggota DPR RI, Deddy Yevri Sitorus, dinilai tidak konsisten dalam menyikapi langkah Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Pemprov Kaltara) yang melaporkan salah satu media massa ke pihak berwajib karena diduga menyebarkan berita bohong (hoaks) dan mencemarkan nama baik pemerintah daerah serta sejumlah pejabat.
Penilaian itu disampaikan Koordinator BEM Nusantara Kaltara, Fauzi, yang menilai pernyataan Deddy terkesan “amnesia” dan bertolak belakang dengan tindakannya di masa lalu.
“Mungkin Deddy Sitorus sedang lupa atau tidak punya cermin. Saya hanya ingin mengingatkan, mari melawan lupa — karena beliau pun pernah menempuh jalur hukum ketika ada warga yang ‘menyenggolnya’. Salah satunya terkait kisruh soal ‘dinosaurus’ waktu itu. Jadi, sebelum menilai orang lain, lihat konteksnya dulu,” ujar Fauzi dalam keterangan persnya.
Fauzi menjelaskan, langkah hukum yang ditempuh Pemprov Kaltara melalui Biro Hukum merupakan tindakan yang sah dan proporsional karena persoalan yang dihadapi bukan sekadar kritik, melainkan penyebaran informasi yang dinilai provokatif dan menyesatkan.
“Pemerintah sudah berkali-kali mengklarifikasi bahwa informasi yang disebarkan media tersebut hoaks. Tapi justru terus diputar dan dipelintir. Kalau sudah seperti itu, tentu langkah hukum menjadi jalan terakhir yang logis,” tegasnya.
Menurut Fauzi, Deddy seharusnya memahami konteks laporan yang dilakukan Pemprov.
Selain sudah dilaporkan ke Dewan Pers dari sisi etika jurnalistik, kasus tersebut juga diproses di Polda Kaltara dari aspek pidana.
“Giliran Pemprov menempuh jalur hukum, Deddy malah menyebut cengeng dan jangan sedikit-sedikit melapor. Padahal dulu dia sendiri pakai alasan ‘negara hukum’ saat melaporkan warga. Ini namanya tidak konsisten,” tambahnya.
Fauzi menegaskan, laporan Pemprov Kaltara ke aparat penegak hukum merupakan kasus pertama selama masa pemerintahan Gubernur Zainal A. Paliwang.
Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa langkah tersebut diambil bukan karena alergi terhadap kritik, tetapi karena ada unsur kesengajaan yang bersifat provokatif.
“Selama ini kritik terhadap pemerintah justru direspons dengan terbuka. Contohnya Bang Fajar — sekarang Ketua Komisi Informasi Kaltara — dulu sangat kritis bahkan tajam. Tapi karena niatnya murni kritik, beliau justru diapresiasi, bukan dipidanakan,” ujarnya mencontohkan.
Fauzi menilai Deddy Sitorus perlu lebih cermat menelaah kasus sebelum berkomentar.
“Sebagai anggota DPR, seharusnya bisa membedakan mana pelanggaran kode etik jurnalistik dan mana pelanggaran pidana. Kalau tidak tahu, jangan asal bicara. Mungkin lebih baik belajar dulu di Dewan Pers supaya paham bagaimana menjadi jurnalis profesional,” sindirnya.
Ia juga menuding Deddy menjawab wawancara wartawan secara tergesa-gesa tanpa memahami duduk perkara sebenarnya.
“Kemungkinan Deddy hanya ditanya secara sepihak oleh oknum wartawan yang punya kepentingan tertentu. Ia menjawab normatif tanpa tahu motif dan kronologi kasus. Akhirnya, pernyataannya dimanfaatkan untuk menyerang Pemprov,” ucap Fauzi.
Fauzi menambahkan, seorang anggota DPR semestinya memiliki nalar dan kapasitas berpikir yang matang dalam menilai studi kasus, bukan sekadar ikut berkomentar tanpa memahami akar persoalan.
“Jangan berlagak paling peduli dengan rakyat, tapi malah nimbrung dalam urusan yang tidak dikuasai. Apalagi kalau sumber informasinya dari LSM dengan SK yang diragukan dan media yang belum terdaftar di Dewan Pers,” ujarnya.
Dalam pandangannya, Fauzi juga mengulas soal konsep keadilan yang menurutnya sering disalahpahami. Ia menilai keadilan bukan berarti “sama rata”, melainkan “sesuai porsi dan kebutuhan”.
“Kalau ada orang mencuri Rp50 ribu di mobil yang lupa dikunci, mungkin terlihat sepele. Tapi kalau niatnya memang mencuri, berarti kalau ada uang sekoper pun dia akan ambil. Jadi yang dilihat bukan besar kecilnya, tapi niatnya,” jelasnya memberi analogi.
Menutup keterangannya, Fauzi berharap kepolisian dapat bertindak objektif dalam menangani perkara ini agar publik mendapat kepastian hukum yang jelas.
“Kami berharap aparat menilai dengan kepala dingin dan berdasarkan fakta, karena media yang dilaporkan diduga memprovokasi dengan data tidak benar,” pungkas Fauzi.***(IBM02)












