IBMNews.com, Samarinda – Sungai Mahakam, salah satu urat nadi kehidupan masyarakat Kalimantan Timur, kembali menjadi sorotan. Kali ini, bukan karena keindahannya, melainkan karena ancaman pencemaran yang kian mengkhawatirkan. Menyikapi hal itu, Mahasiswa Pencinta Alam Politeknik Pertanian Negeri Samarinda (MAPA POLITANI) turun langsung ke lapangan, membersihkan bantaran sungai sekaligus memasang plang imbauan di depan Islamic Center Samarinda.
Aksi ini bukan sekadar kegiatan seremonial. Lebih dari itu, ia adalah bentuk keprihatinan sekaligus upaya nyata generasi muda untuk mengajak masyarakat lebih peduli terhadap lingkungan.
Sejak pagi, puluhan anggota MAPA POLITANI terlihat sibuk mengumpulkan sampah plastik, botol, dan limbah rumah tangga yang mengotori tepian Sungai Mahakam. Mereka tak hanya membersihkan, tetapi juga memilah sampah yang bisa didaur ulang.
“Kami tidak ingin hanya protes soal lingkungan kotor, tapi kami ingin bergerak. Jangan membuang sampah ke sungai, banjir mengintai!! Kita menjaga alam dan alam pasti menjaga kita”, ujar Ketua MAPA POLITANI Samarinda, Yolan Emilia Damanik, penuh dengan semangat.
Kalimat itu dipilih bukan tanpa alasan. Banjir kerap melanda Samarinda akibat pendangkalan sungai dan sampah yang menyumbat aliran air.
Pertanyaan ini mungkin muncul di benak sebagian orang. Tapi bagi MAPA POLITANI, ini adalah panggilan moral.
“Kami sadar, perubahan tidak akan terjadi jika hanya menunggu tindakan dari pemerintah atau pihak lain. Sebagai mahasiswa pecinta alam, kami punya tanggung jawab untuk mengedukasi,” jelas Kristina ramme, yang merupakan salah satu anggota MAPA POLITANI, sambil menunjukkan tumpukan sampah yang berhasil dikumpulkan.
Faktanya, kesadaran masyarakat masih rendah. Banyak yang menganggap sungai sebagai tempat pembuangan akhir. Padahal, dampaknya bukan hanya banjir, tapi juga kerusakan ekosistem, pencemaran air, hingga ancaman kesehatan.
Aksi MAPA POLITANI mendapat sambutan hangat dari warga sekitar. Beberapa bahkan ikut membantu memungut sampah.
“Salut sama anak-anak muda ini. Semoga aksi mereka menginspirasi yang lain,” kata Pak Hasan, salah seorang pengunjung Islamic Center.
Namun, tantangan terbesar justru datang dari kebiasaan lama masyarakat yang masih suka membuang sampah sembarangan. “Kadang kami lihat, baru dibersihkan, besoknya sudah kotor lagi. Butuh kesadaran kolektif,” keluh salah satu mahasiswa.
MAPA POLITANI berencana menggelar aksi serupa secara rutin, menggandeng komunitas lain, dan memperkuat edukasi lingkungan. Mereka juga berharap pemerintah setempat bisa lebih tegas menindak pelaku pembuang sampah sembarangan.
“Kami tidak ingin kerja kami sia-sia. Alam bukan warisan nenek moyang, tapi titipan anak cucu,” tegas mereka.
Aksi MAPA POLITANI ini adalah bukti bahwa kepedulian lingkungan harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Namun, tanpa dukungan masyarakat luas, upaya mereka hanya akan seperti menegakkan benang basah.
Pertanyaannya sekarang ” Sudahkah kita berkontribusi, atau masih menjadi bagian dari masalah?”
Agus Hernadi, Amd (Biro Samarinda)
(Foto: Dok. MAPA POLITANI)
—