IMBNews.com, Nunukan – Anggota DPRD Kabupaten Nunukan, Adama, meminta aparat penegak hukum untuk bersikap bijaksana dalam menyikapi petani yang membeli pupuk dari Malaysia. Ia menegaskan bahwa penegakan hukum harus dilakukan secara proporsional, tanpa tindakan sewenang-wenang seperti penangkapan yang tidak melalui pendekatan humanis.
“Pupuk subsidi sangat terbatas, jadi sebagian besar petani sayuran beli pupuk produk Malaysia. Memang kalau bicara hukum pasti salah karena melanggar aturan,” kata Adama pada, Senin 30 Juni 2025.
Adama menuturkan, tingginya penggunaan pupuk Malaysia, di kalangan petani menandakan semakin berkembangnya tanaman hortikultura di wilayah perbatasan Nunukan. hal ini sejalan dengan program ketahanan pangan.
Selain terbatasnya pupuk urea subsidi yang disiapkan pemerintah, keputusan petani menggunakan pupuk Malaysia, didasari atas kualitas pupuk yang sangat cocok untuk pertumbuhan dan kesuburan tanaman buah.
“Harga pupuk Malaysia dijual RM 300 atau setara Rp 1 juta, sedangkan pupuk subsidi sekitar Rp 166 ribu. Meski pupuk Malaysia mahal, tapi secara mutu cocok untuk hortikultura,” sebutnya.
Rata-rata petani kelapa sawit maupun sayuran di Nunukan, adalah eks Pekerja Migran Indonesia (PMI) Malaysia, yang telah terbiasa menggunakan pupuk Malaysia dan mengetahui persis kualitas pupuk tersebut.
Terhadap kondisi ini, Adama meminta instansi Kepolisian dan aparat penegak lainnya bisa lebih bijak atau setidaknya memberlakukan kearifan lokal terhadap masuknya pupuk Malaysia di Nunukan.
“Lain cerita kalau pupuk dibeli banyak lalu dibawa keluar untuk dijual. Kami mengaku pembelian pupuk Malaysia, adalah pelanggaran karena ilegal,” ujarnya.
Tidak hanya terbatasnya pupuk subsidi, petani Nunukan mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk non subsidi yang biasanya dijual Rp 600.000 per 50 kilogram. Keterbatasan stok pupuk ini dikuatirkan menurunkan minat petani untuk berkebun.
Sebenarnya, lanjut Adama, pupuk non subsidi penyubur tanaman kualitas setara dengan pupuk Malaysia, telah diproduksi di Indonesia, hanya saja pupuk jenis ini belum beredar atau dijual di Nunukan.
“Saya pernah studi banding ke Makassar, disana petaninya gunakan pupuk penyubur yang kualitasnya sama dengan Malaysia. Seandainya pupuk itu masuk Nunukan, pasti petani tidak lagi menggunakan pupuk Malaysia,” bebernya.
Terbentuknya koperasi merah putih di sejumlah desa diharapkan dapat menjembatani petani dalam memenuhi kebutuhan pupuk. Koperasi bisa sebagai wadah menyiapkan pupuk sesuai kebutuhan petani.
Terlepas dari itu, Adama menyarankan pemerintah daerah mendata ulang jumlah kelompok petani serta kebutuhan pupuk subsidi. Selama ini, petani mendapatkan jatah pupuk yang jauh dari kebutuhan.
“Pupuk urea lebih cocok ke tanaman padi. Kalau bisa nantinya koperasi merah putih penyiapan pupuk penyubur tanaman hortikultura,” tuturnya.