IMBNews.com, Nunukan – Sejumlah fraksi DPRD Nunukan kembali menyuarakan aspek pemerataan pembangunan, afirmasi wilayah perbatasan, krisis layanan dasar, hingga ketimpangan pendidikan dan kesehatan.
Hal itu disampaikan dalam paripurna Pandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD Nunukan terhadap Nota Penjelasan Bupati atas Raperda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029, Selasa 22 Juli 2025.
Rapat yang dipimpin Ketua DPRD Hj. Rahma Leppa dan dihadiri Wakil Bupati Hermanus, perwakilan TNI-Polri, Kajari, OPD, hingga insan pers ini menyoroti ketimpangan wilayah serta lambannya pemenuhan kebutuhan dasar di banyak kecamatan tertinggal dan perbatasan.
Fraksi Demokrat, melalui juru bicara Gat, S.Pd, menyoroti ketimpangan pembangunan antara wilayah kota dan pedalaman seperti Krayan dan Kabudaya.
Terutama dalam mengantisipasi kemungkinan dicabutnya moratorium pembentukan DOB oleh pemerintah pusat.
“Kita tidak bisa hanya menunggu, Pemerintah daerah harus proaktif menyiapkan dokumen pendukung,” tegas Gat,S.Pd.
Fraksi Demokrat menilai, DOB bukan semata tentang pemekaran wilayah, melainkan merupakan upaya mendekatkan layanan publik dan keadilan pembangunan kepada masyarakat perbatasan yang selama ini tertinggal.
Mereka juga mendesak reformasi skema beasiswa agar lebih adil dan tidak diskriminatif terhadap anak-anak dari keluarga miskin yang kesulitan memenuhi IPK tinggi.
“Bantuan pendidikan harus adil secara wilayah dan sosial. Jangan hanya anak kota yang menikmati,” ujarnya.
Fraksi ini juga menekankan intervensi pemerintah terhadap sektor pertanian, UMKM, dan pentingnya keberpihakan nyata terhadap petani sawit, beras Adan, dan nelayan melalui BUMD dan kebijakan distribusi hasil panen.
Melalui Said Hasan, Fraksi PKS menggarisbawahi risiko ketergantungan fiskal dan rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Fraksi ini menekankan pentingnya strategi meningkatkan PAD tanpa membebani rakyat. PKS juga mendesak langkah nyata dalam menanggulangi aktivitas ilegal di perbatasan dan ketimpangan layanan dasar antarkecamatan.
Begitu juga Ahmad Triady dari Fraksi Hanura mengingatkan agar pembangunan dalam RPJMD tidak hanya sebatas kegiatan fisik, tapi benar-benar berdampak jangka panjang dan berkualitas. Hanura menyoroti lemahnya sentuhan kebijakan terhadap pendidikan, krisis air bersih, serta ketimpangan pelayanan umum dan kesehatan di beberapa kelurahan.
Fraksi NasDem melalui Andi Fajrul Syam mendorong pendekatan pembangunan yang cerdas dan responsif terhadap kebutuhan warga. Mereka menuntut agar indikator kinerja dalam RPJMD lebih konkret, berbasis data terbuka, serta menjawab persoalan mendasar seperti konektivitas antarwilayah, keterbatasan infrastruktur, dan kualitas layanan dasar.
Fraksi PDI Perjuangan yang disampaikan Andre Pratama, daftar panjang masalah yang perlu ditangani serius, mulai dari pengaktifan PLBN, operasional kapal feri 24 jam, pengurusan izin 30 pelabuhan, hingga pembenahan RSUD dan pemerataan guru.
Andre Pratama menekankan bahwa 17 Arah Perubahan harus diinternalisasi dalam seluruh Renstra OPD. “RPJMD ini bukan hanya formalitas. Ia adalah arah perubahan nyata,” tegasnya.
Fraksi Karya Kebangkitan Nasional menekankan pentingnya keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Mereka juga meminta pemerintah menonjolkan budaya lokal di tengah kemajemukan dan memetakan ulang komoditas unggulan untuk menumbuhkan ekonomi berbasis potensi daerah.
Sementara untuk fraksi Gerindra tak menyampaikan pandangan umum secara lisan karena hanya satu anggotanya hadir dan dalam kondisi sakit. Pandangan mereka akan diserahkan secara tertulis kepada pimpinan dewan dan pemerintah daerah.
Dari semua fraksi, nada yang sama terdengar, RPJMD harus realistis, implementatif, dan menjawab kebutuhan warga hingga ke pelosok. Pemerintah Daerah didorong untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan, membuka data, dan memastikan pengawasan atas implementasi RPJMD berjalan efektif.